A. Latar belakang
Manusia adalah
satu-satunya mahkluk di muka bumi yang dianugrahi kreatifitas yang tanpa henti
dan tanpa batas yang kemudian berdampak luas pada peradaban manusia. Peradaban
manusia berkembang karena adanya temuan-temuan (Invention) baru yang pada
gilirannya menstimulasi temuan baru lainnya( contohnya: roda, mesin uap,
komputer, telepon dan kamera digital, pesawat ulang alik dll.) Temuan-temuan
baru ini, dapat terwujud karena adanya kreatifitas. Uraian di atas menunjukkan bahwa
kreatifitas memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Peranan kretifitas
semakin terasa dan merupakan keniscayaan tatkala kita memasuki abad 21, yang
antara lain ditandai oleh perubahan yang sangat cepat dan tantangan yang
semakin komplek. Kreatifitas sebagai potensi yang ada dalam diri manusia belum
memberikan manfaat bila hanya merupakan anugrah yang ada pada diri manusia.
Maka kreatifitas perlu dikembangkan, dipelajari, dijabarkan dengan
program pendidikan secara terintegrasi. Bukan sekedar sebagai matamenghadapi
pleajaran, tapi lebih merupkan bagian dari proses belajar yang mengembangkan
kemampuan berfikir kreatif dalam menghadapi berbagi tantangan baik dimasa
sekarang maupun dimasa depan. Perkembangan kemampuan kreatifitas bukan hanya
merupakan tanggung jawab pendidik, perguruan tinggi, pemerintah tapi harus
disadari sebagai tanggung jawab individu, orang tua maupun masyarakat. Dalam
hubungan ini perlu dikemukakan catatan bahwa kreativitas tidak akan dapat
berkembang secara optimal, makala lahan yang dibutuhkan untuk pengembangannya,
yaitu masyarakat, tidak memberi peluang bagi berkembangnya ide-ide baru yang
mungkin saja tidak sejalan dengan pakem yang selama ini sudah ada. Dalam banyak
hal, munculnya kreativitas sering kali dipicu oleh inspirasi yang muncul dalam
pengalaman-pengalaman yang tidak biasa. Kreatifitas juga sering kali merupakan
perpaduan gagasan-gagasan yang seolah-olah tidak berhubungan satu sama lain.
Adanya berbagai topik bahasan mengenai multikultural, neoroscience, intelegensi
emosional, kecerdasan jamak, serta model pendidikan dan pengembangan
kreatifitas diharapkan mampu memberikan inspirasi pada praktisi pendidikan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kreatifitas,
Sementara pengetahuan
yang dimilik masyarakat terus menerus mempengaruhi situasi yang semakin
meluas dan tidak lengkap. Faktor yang diperlukan dalam menghadapi kondisi
yang terus menerus berubah ini bukan hanya sebatas pemahaman saja, tetapi juga
diperlukan adanya suatu tindakan dan refleksi (action dan reflextion) terhadap
tuntutan zaman.
Ciri-ciri sikap
fleksibelitas, keterbukaan, berfikir kreatif, berfikir kritis, ketangkasan
(dexterity) yang bersifat kompleks namun cermat dalam menggunakan media
informasi yang semakin canggih ini juga diperlukan. Kepekaan dan kemampuan
mengidentifikasi, mengatasi masalah, serta kemampuan kerja sama antar manusia
adalah tuntutan dunia kerja yang pada gilirannya menjadi tuntutan terhadap
sekolah-sekolah (Setiawan, C, 1990).
Sekolah-sekolah tidak
terkecuali perguruan tinggi justru tidak. Dalam hal inilah makalah ini disusun
untuk memperluas wawasan untuk mengaplikasikan suatu teori pembelajaran,
sebagai praktisi pendidikan. Makalah ini akan membahas salah satu teori yang
melandasi proses terciptanya kreatifitas, yaitu yang disebut “Teori Triarchic”.
B. Rumusan
Masalah
1. Mengenal lebih dalam siapakah Robert
Sternberg?
2. Bagaimanakah ciri dan penerapan dalam
pembelajaran dari teori belajar Triarchic yang dicetuskan oleh Sternberg?
C. Tujuan
1. Untuk mengenal lebih dalam siapakah
Robert Sternberg
2. Mengetahui bagaimanakah teori belajar
Triarchic yang dicetuskan oleh Robert Sternberg?
3. Mengetahui bagaimana penerapan teori
Triarchic dalam proses pembelajaran di sekolah?
D. Pembahasan
1.
Mengenal Robert Sternberg
Robert Sternberg
Jeffrey lahir pada tanggal 8 Desember, 1949 di Newark, New Jersey. Setelah
mendapatkan gelar sarjana, Sternberg kembali ke Yale sebagai profesor
psikologi. Dia kemudian menjadi Dekan Fakultas Seni dan Ilmu Pengetahuan di
Tufts University. Saat ini Provost dan profesor psikologi di Oklahoma State
University.
Sternberg pernah
menjabat sebagai Presiden Asosiasi Psikologi Amerika pada tahun 2003 dan telah
memenangkan berbagai penghargaan termasuk Penghargaan Distinguished Scholar
dari Asosiasi Nasional untuk Anak Berbakat pada tahun 1985, James McKeen
Cattell Award dari American Psychological Society pada tahun 1999 dan EL
Thorndike Penghargaan untuk Prestasi di Psikologi Pendidikan dari APA pada
tahun 2003.
2.
Teori Belajar Triarchic dan Penerapannya
di Pembelajaran
Proses belajar mengajar tidak terlalu sering menunjuk pada
strategi instruksional yang dapat membantu peserta didik dalam proses menangkap
makna dari apa yang akan menjadi perolehannya. Peserta didik diharapkan dapat
diberi kesempatan untuk mendapatkan perolehan baru melalui pemahaman dan
menemukan relevansinya.
Penelitian dalam cognitive neuroscience menunjukkan
bahwa kreatifitas bukanlah semata warisan genetik, melainkan merupakan suatu
untaian proses kognitif yang bisa dikembangkan pada berbagai individu. Setelah
Bloom melancarkan taksonominya , ada empat prilaku yang bisa memunculkan
kreatifitas yaitu:
1. Kelenturan
pikiran, (Fluency),
yang merupakan kemampuan untuk mengembangkan ide baru.
2. Fleksibilitas, yang membangkitkan rentangan luas
untuk ide baru.
3. Originalitas, merupakan respons yang unik terhadap
situasi tertentu.
4. Elaborasi, merupakan perluasan pemikiran tentang
tpik tertentu.
Empat prilaku yang dijelaskan oleh Blom itu dapat
memunculkan (trigger) dan menghasilakan kreatifitas. Kreatiftas merupakan
kemampuan mengintegrasikan sesuatu (Gonzales, Campos Perez, 1997), kemudian
Sternberg (dalam Sternberg, 2000) menjelaskan kreativitas keberbakatan(creative
geftedness) yang bermula dari suatu ketrampilan
pengambilan keputusan yang bisa dikembangkan. Hal ini berarti
bahwa kreativitas tidak semata hanya menggantung pada aspek genetis saja.
Individu yang mau sukses dalam hidupnya maka ia harus belajar terampil
mengambil keputusan.
Setelah Gardner mengasilkan teorinya tentang multiple Intelligent,
Sterberg melengkapi dengan mengeluarkan teori yang disebut dengan “Teori
Triachic”.Teori ini membedakan tiga tipe intelegensi yaitu analitis, kreatif,
dan praktis.
Teori
triachic teraplikasi sebagai berikut:
Menurut Robert
Sternberg Jeffrey intelligence (kecerdasan) adalah : Kemampuan individu untuk sukses dalam
kehidupan dengan memanfaatkan kekuatan dan mengkompensasi kelemahan mereka. Robert J Sternberg terkenal dengan
teori Triarchic nya . berikut ini adalah skema dari teori triarchic :
Teori triarchic
kecerdasan terdiri dari tiga subtheories: componential subtheory : makna yang
menguraikan struktur dan mekanisme yang mendasari perilaku cerdas. experiential subtheory : yang mengusulkan perilaku cerdas
ditafsirkan bersama sebuah
pengalaman. contextual subtheory
: yang menentukan bahwa perilaku cerdas didefinisikan oleh konteks sosial
budaya di mana itu terjadi dan melibatkan adaptasi dengan lingkungan, pemilihan
lingkungan yang lebih baik, dan pembentukan lingkungan.
Menurut Sternberg,
penjelasan lengkap dari intelijen memerlukan interaksi dari ketiga subtheories.
Para subtheory
komponen makna menentukan sekumpulan potensi proses mental yang mendasari
perilaku (yaitu, bagaimana perilaku yang dihasilkan) sedangkan subtheory
kontekstual berkaitan intelijen untuk dunia luar dalam hal kecerdasan.
Teori triarchic
adalah teori umum dari kecerdasan manusia. Banyak penelitian awal Sternberg terfokus pada analogi dan
penalaran silogisme. Sternberg telah menggunakan teori untuk menjelaskan
kecerdasan yang luar biasa (berbakat dan keterbelakangan) pada anak-anak dan
juga kritik untuk tes kecerdasan. Kemudia mempelajari topik seperti gaya belajar
(Sternberg, 1997) dan kreativitas (Sternberg, 1999).
Mereka yang termasuk tipe keberbakatan berbeda akan
menghasilkan pola berbeda pula. Sternberg juga menyatakan bahwa tiga kompnen
intellegensi tersebut akan dapat menghasilkan sukses dalam hidup manusia
(Sternberg, 1996), Penjelasan dari masing-masing intellegensi tersebut sebagai
berikut:
a.
Intellegensi
analitis atau kecerdasan analitik (componential intelligence)
Menurut Sternberg, aspek kemahiran
memproses maklumat (componential) menyatakan bahawa proses kognitif
bertanggungjawab terhadap tingkah laku kecerdasan. Kecerdasan analitik
digunakan untuk mengenali dan memecahkan masalah, merumuskan strategi, menyusun
dan menyampaikan maklumat. Kecerdasan analitik melibatkan tindakan
menganalisis, membanding serta menilai. Sebagai contohnya, pelajar membuat
latihan Matematik. Di dalam proses menyelesaikan masalah Matematik, pelajar
akan menganalisis maklumat yang diberikan. Kemudian membuat gerak kerja
penyelesaian mengikut formula tertentu
Intellegensi analitis
tidak sama dengan hasil pengukuran IQ. Hanya sebagian aspek intellengensi
analitis yang dapat dilihat dari hasil IQ. Intellegensi analitis mencakup
proses pengatasasn masalah( Problem solving). Antara lain mencakup:
1. Identifikasi probelm, yaitu apa yang harus
dilakukan apa bila tak tahu apa yang harus dilakukan.
2. Definisi Problem, yaitu mengenal
problem dan mengidentifikasi secara benar.
3. Memformulasikan strategi, yaitu
perencanaan jangka panjang
4. Menyajikan informasi secara teliti
5. Menyiapkan sumber untuk jangka pendek
dan jangka panjang .
6. Model keberbakatan struktur yang pasti
(ketat) struktur yang agak longgar.
b.
Intellegensi
Kreativitas atau kecerdasan pengalaman (experiential intelligence)
Kecerdasan ini boleh
disamakan artinya dengan kreativiti. Kecerdasan ini dapat dilihat sebagai
kebolehan untuk mengatasi situasi baru lantas mempelajari dari situasi
tersebut. Dalam arti kata yang lain, individu yang berpengalaman akan lebih
cekap dalam memproses maklumat dalam situasi baru.
Kreatifitas
membutuhkan keseimbangan antara ide baru dan proses kreatifitas itu sendiri.
Kreatifitas mencakup juga segi praktis dan analitis. Kreatifitas tersebut
memiliki beberapa ciri, yaitu:
1. Berani mengambil resiko
2. Memainkan peran yang positif
3. Berfikir kreatif
4. merumuskan dan mengidentifikasi masalah
5. Tumbuh kembang mengatasi masalah
6. Toleransi mengahadapi masalah ganda
7. Menghargai sesama dan lingkungan
sekitar.
c.
Intellegensi
Praktis atau kecerdasan praktikal (contextual intelligence)
Sebagian orang dapat
mengadaptasi diri mereka di dalam situasi apa saja yang dituntut dalam
lingkungan mereka. Mereka yang mempunyai kecerdasan ini pandai membawa diri
untuk berjaya di dalam hidup. Selain itu mereka juga dapat bertahan dalam hidup
kerana dapat mengatasi perubahan.
Sternberg mengakui
bahawa seseorang individu tidak semestinya mempunyai satu kecerdasan saja yang
disebutkannya. Ada individu yang mempunyai integrasi ketiga-tiga cabang
kecerdasan ini dengan menunjukkan tahap kecerdasan yang tinggi
Studi praktis
mencakup studi empiris tentang realitas yang bersifat pengetahuan yang
berorientasi pada tindakan (action oriented knowledge).
Model Sternberg ini
disebut model triarchic yang dilandasi probem solving, yang mencakup
antara lain:
1. Ciri-ciri analitis, yaitu dapat
mempertentangkan dua hal yang sifatnya kontra, analitis, evaluasi dan
kritis.
2. Kreatifitas mencakup segi imaginatif,
penjelajahan, pengembangan, penciptaan.
3. Praktis mencakup kontektualisasi. Aplikasi
dan praktek.
Hasil (outcome) pendekatan aktivitas Treachic
yang mewujudkan hubungan baru dan akutanbilitas yang menuntut ketertiban penuh.
Dalam bukunya Sternberg “ Triachic Theory of Intellegence” (Sternburg, 2005)
dijelaskan cara bagaimana problem solving itu dilaksanaka di dalam kelas. Pada
kala tertentu guru menjalankan siklus problem solving yang dilandasi berfikir
analitis, kreatif, dan praktis. Siklus problem solving dapat dilihat sebagai
berikut:
Gambar Problem Solving
Siklus problem solving
melalui lima langkah yaitu identifikasi masalah, memperoleh sumber untuk
mengatasi masalah, melengkapi strategi untuk mengatasi masalah, monitoring, dan
evaluasi terhadap pengtasan masalah. Apabila siklus diimplementasikan
secara baik maka tiga tipe berfikir yang berbeda ini akan dapat ditemukan dalam
siklus tersebut. Misalnya kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang mencakup
berfikir abanalitis. Berfikir kreatif merumuskan strategi apa yang dipakai
dalam pendekatan ini, dan berfikir kreatif praktis diperlukan untuk menetapkan
dan memperoleh sumber pengamatan masalah. Dengan pendekatan ini guru
mengajar bukan saja menuntut murid untuk menghafal tapi untuk berfikir kritis,
kreatifdan mengalami proses kreatif. Berfikir analitis akan muncul apabila
guru meminta siswa untuk menulis, membandingkan, mengevaluasi, serta berfikir
kritis. Berfikir kreatif akan menjadikan peserta didik menjajah,
mengimajinasikan dan menemukan. Berfikir kreatif membutuhkan implementasi,
menggunakan, menerapkan, dan menemukan konsep permasalahan, penelitian
membuktikan bahwa teori ini dapat menghasilakn kemajuan peserta didik.
E. Kesimpulan
1. Setiap orang memiliki potensi kreatif
yang berbeda-beda, namun punya keasaan universal yaitu analitical, kreatif, dan
praktical.
2. Para pendidik, guru, orang tua dan
siapaun yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dapat memaksimalkan
pengembangan tiga potensi yang dimiliki anak didik atau siswanya.
3. Dengan memahami tiga hal tersebut
keberhasilan pembelajaran atau pendidikan secara umum menjadi lebih
dimungkinkan. Karena kreatifitas seseorang, dapat dijadikan dasar pengembangan
kemampuan anak didik bagi para pendidik.
4. Berfikir kreatif membutuhkan
implementasi, menggunakan, menerapkan, dan menemukan konsep permasalahan,
penelitian membuktikan bahwa teori ini dapat menghasilakn kemajuan peserta
didik.
DAFTAR PUSTAKA
Sani Lisdiana. Robert Sternberg Jeffrey http://www.instructionaldesign.org /theories
/triarchic-theory.html
Setiawan, C.1985. Kurikulum
berdeferensiasi. Jakarta: Grasindo
Setiawan, C. 2010, Kreatifitas
keberbakatan: Mengapa, apa, dan bagaimana.
Sudjarwo. pembelajaran Dengan Pendekatan Aktifitas Triarchic Kajian
Teori Sternber. Ghttp://www.infodiknas.com/pembelajaran-dengan-pendekatan-aktifitas-triarchic-kajian-teori-sternberg.html.
Treffinger, D.J.
1992. Programing for Giftedness Needed Direction
No comments:
Post a Comment